ETIKA BISNIS DAN PERKEMBANGANNYA
A. PENGERTIAN ETIKA BISNIS
A.1 Pergertian Etika
Etika berasal dari dari kata Yunani
‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat . Etika berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu
masyarakat
Etika berkaitan dengan nilai-nilai,
tatacara hidup yg baik, aturan hidup yg baik dan segala kebiasaan yg dianut dan
diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke
generasi yg lain. Etika mempelajari dan menentukan apakah suatu tindakan
bernilai baik atau buruk dan tindakan apayang seharusnya dilakukan dengan benar
atau tidak benar (salah).
Peranan etika adalah sebagai tolok
ukur kesadaran manusia untuk melakukan tindakan yang bertanggung jawab
sedangkan manfaat etika yaitu mengajak orang bersikap kritis,
rasional dan otonom menuju suasana
tertib, damai dan sejahtera.
A.2 Pengertian etika = moralitas
Moralitas berasal dari kata Latin
Mos (jamak – Mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan. Pengertian harfiah
dari etika dan moralitas, sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana
manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan
dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang
ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana laiknya sebuah
kebiasaan.
A.2.1 Etika sebagai Filsafat Moral
Etika sebagai filsafat moral tidak
langsung memberi perintah konkret sebagai pegangan siap pakai. Etika
dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai
a.
Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai
manusia
b.
Masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma moral
yang umum diterima
Etika sebagai sebuah ilmu yang
terutama menitikberatkan refleksi kritis dan rasional,
a.
Mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu memang harus dilaksanakan
dalam situasi konkret terutama yang dihadapi seseorang, atau
b.
Etika mempersoalkan apakah suatu tindakan yang kelihatan bertentangan dengan
nilai dan norma moral tertentu harus dianggap sebagai tindakan yang tidak etis
dan karena itu dikutuk atau justru sebaliknya
c.
Apakah dalam situasi konkret yang saya hadapi saya memang harus bertindak
sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakatku ataukah justru sebaliknya saya
dapat dibenarkan untuk bertindak sebaliknya yang bahkan melawan nilai dan norma
moral tertentu.
Etika sebagai Ilmu menuntut orang
untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional. Dengan menggunakan bahasa
Nietzcshe, etika sebagai ilmu menghimbau orang untuk memiliki moralitas tuan
dan bukan moralitas hamba
Dalam bahasa Kant, etika berusaha
menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara
heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi
dapat dipertanggungjawabkan.
A.2.2 Teori Etika
1. Etika Teleologi
Berasal dari kata Yunani, telos
= tujuan, yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan
tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang
ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua aliran etika teleologi :
a. Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa
tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan
memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah
mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.
Egoisme ini baru menjadi persoalan
serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan
dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg
bersifat vulgar.
b. Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang
berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua
orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Dalam rangka pemikiran
utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah
“the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar
dari jumlah orang yang terbesar. Teori ini cocok sekali dengan pemikiran
ekonomis, karena cukup dekat dengan Cost-Benefit Analysis. Manfaat yang
dimaksudkan utilitarianisme bisa dihitung sama seperti kita menghitung untung
dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis
Utilitarianisme, dibedakan menjadi
dua macam :
a.
Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism)
b.
Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism)
Prinsip dasar utilitarianisme
(manfaat terbesar bagi jumlah orang terbesar) diterpakan pada perbuatan.
Utilitarianisme aturan membatasi diri pada justifikasi aturan-aturan moral.
2. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari
kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini
baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab:
‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan
kedua dilarang’ yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima
dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang
terpenting.
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :
a.
Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan
kewajiban
b.
Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari
tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang
untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan
itu sudah dinilai baik
c.
Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya
dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral
universal
Bagi Kant, Hukum Moral ini
dianggapnya sbg perintah tak bersyarat (imperatif kategoris), yg berarti
hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat.
Perintah Bersyarat adalah perintah
yg dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari
tindakan itu mrpk hal yg diinginkan dan dikehendaki oleh orang tsb.
Perintah Tak Bersyarat adalah
perintah yg dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa
mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai
dan berguna bagi orang tsb atau tidak.
3. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini
barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu
aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan
kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas
martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat
cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
4. Teori Keutamaan (Virtue)
Berarti memandang sikap atau
akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau
jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan
sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang
dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :
a.
Kebijaksanaan
b.
Keadilan
c.
Suka bekerja keras
d.
Hidup yang baik
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi
dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam
etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi,
politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2.
Korporasi
Permasalahan korporasi dalam
perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan
tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas,
kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai
keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
A.3 Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang
dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada
standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku
bisnis (Velasquez, 2005).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa ialah
pengetahuan tentang cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang
memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal serta
implementasi norma dan moralitas untuk menunjang maksud dan tujuan kegiatan
bisnis.
B. PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS
Berikut perkembangan etika bisnis
menurut Bertens (2000):
1.
Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato,
Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana
kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan
otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis),
penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada
dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru
dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling
sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.
Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia
bisnis di AS.
4.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis
sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum
pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European
Business Ethics Network (EBEN).
5.
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada
dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International
Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di
Tokyo.
C. SASARAN DAN RUANG LINGKUP ETIKA
BISNIS
1.
Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip , kondisi dan
masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik . Etika bisnis berfungsi
menggugah kesadaran moral pelaku bisnis agar berperilaku baik dalam menjalankan
usahanya demi nilai luhur tertentu (agama, budaya) dan demi kelanjutan
bisnisnya.
2.
Menyadarkan masyarakat (stake holder) yang terdiri dari konsumen (end user),
karyawan , pemasok/mitra bisnis, investor dan lingkungan (penduduk disekitar
lokasi usaha ) akan hak mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis.
3. Menilai apakah sistem ekonomi disuatu wilayah sesuai dengan
etika bisnis apakah masih ada praktek monopoli, oligopoli, money loundring,
insider trading, black market, dll.
D. FAKTOR PENDUKUNG IMPLEMENTASI
ETIKA BISNIS
1.
Adanya kepedulian terhadap mutu kehidupan kerja oleh manajer atau peningkatan “Quality
of Work Life”.
2.
Adanya “Trust Crisis” dari publik kepada perusahaan.
3.
Mulai diterapkan punishment yang tegas terhadap skandal bisnis oleh
pengadilan.
4.
Adanya peningkatan kekuatan control dari LSM.
5.
Tumbuhnya kekuatan publisitas oleh media.
6.
Adanya transformasi organisasi dari “transaction oriented” menjadi “relation
oriented”.
E. PRINSIP UMUM ETIKA BISNIS
1.
Otonomi = mandiri.
Sikap dan kemampuan manusia untuk
mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran dan bertanggung jawab
(dalam bidang bisnis).
2.
Kejujuran.
Menghindari praktek bisnis curang.
3.
Keadilan.
Setiap orang diperlakukan sama dan
adil sesuai kriteria rasional ,objektip dan bertanggung jawab.
4.
Manfaat bersama (mutual benefit principle).
Dalam persaingan bisnis tidak boleh
terjadi upaya saling mematikan.
5.
Integrita moratuntunan internal agar tetap menjaga nama baik industri.
F. ETOS BISNIS
Etos bisnis merupakan suatu
kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis yang dianut oleh satu
perusahaan atau group usaha.
Penerapan nilai atau norma bisnis
yang lebih baik yang dianut oleh pebisnis untuk meningkatkan image perusahaan
dengan mengutamakan pelayanan prima dan produk prima.
G PENDEKATAN STAKE HOLDER
Stake holder terdiri dari semua
pihak yang berkaitan dengan berdirinya suatu usaha dan kelanjutan usahanya,
yaitu: negara (penguasa sumber daya alam), pemerintah (penguasa
sumber daya manusia) dan komunitas
(lingkungan hidup)
Negara terdiri dari:
1.
Kepala negara (presiden)
2.
Kepala daerah (sultan/bupati/walikota)
Pemerintah terdiri dari :
1.
Pemerintah pusat (kabinet)
2.
Pemerintah daerah dekonsentrasi (gubernur)
3.
Pemerintah daerah otonom (bupati , walikota)
Komunitas terdiri dari :
1.
Investor (share holder)
2.
Manajemen (pebisnis)
3.
Pekerja
4.
Mitra usaha ( lembaga keuangan, konsultan , pemasok distributor , agen dan
pengecer
5.
Pembeli (end user)
6.
Penduduk disekitar lingkungan usaha
Bisnis masa lalu lebih banyak
mengutamakan pendekatan share holder yaitu kepentingan utama sipemilik
/penyandang dana daripada kepentingan stake holder.
Dalam era globalisasi pebisnis
dituntut untuk melakukan bisnis dengan mengutamakan etika bisnis yaitu
menjalankan suatu usaha yang saling bermanfaat bagi semua pihak yang terkait
dalam bisnisnya
H. MORAL DAN EKTIKA DALAM DUNIA
BISNIS
H.1 Moral Dalam Dunia Bisnis
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan
para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk
menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas
sehingga baik kita batas dunia akan semakin “kabur” (borderless word).
Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk
mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit).
Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan, memaksa orang untuk
menghalakan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku
bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya
agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu
kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat
terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya
dihinggapi kehendak saling “menindas” agar memperoleh tingkat keuntungan yang
berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada
tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis
yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling
membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas.
Apakah hal ini dapat diwujudkan ?
Berbicara tentang moral sangat erat
kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral
pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh
pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk
memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan
dalam ber-“bisnis”. Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan
pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam
melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua
belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang
pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada
agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik
pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin
pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber
“moral”, dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang
lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk
menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki
dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam
melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang
mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam
melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan
bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh
pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan
ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
H.2 Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang
mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign)
yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia
bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang
menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam
suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya
kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu
dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati
oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait
lainnya.
Dunia bisnis, yang tidak ada
menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan
secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan
etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak,
baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya
satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa
yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan
menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh
kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk
menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian
antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global
yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam
perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:
1.
Pengendalian diri.
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan
pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan
menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan
menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu
merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan
kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
2.
Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
Pelaku bisnis disini dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh
kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga
yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya.
3.
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi.
Bukan berarti etika bisnis anti
perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus
dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak
kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan
teknologi.
4.
Menciptakan persaingan yang sehat.
Persaingan dalam dunia bisnis perlu
untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak
mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara
pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5.
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.
Dunia bisnis seharusnya tidak
memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan
bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis
dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang
semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang
walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6.
Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
Jika pelaku bisnis sudah mampu
menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang
dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam
dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7.
Mampu menyatakan yang benar itu benar.
Artinya, kalau pelaku bisnis itu
memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan
tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta
melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8.
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan
pengusaha kebawah.
Untuk menciptakan kondisi bisnis
yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat
dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama
dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan
itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya
memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah
dalam dunia bisnis.
9.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
Semua konsep etika bisnis yang telah
ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen
dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis
telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak
yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas
semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan
kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh
semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam
berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian
etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan
perundang-undangan.
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum
dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang
bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan
semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka
bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam
dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin
jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam
menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
Alasan perlunya etika dalam bisnis:
1.
Kinerja bisnis tidak hanya diukur dari kinerja manajerial / finansial saja
tetapi juga berkaitan dengan komitmen moral, integritas moral, pelayanan,
jaminan mutu dan tanggung jawab sosial.
2.
Dengan persaingan yang ketat, pelaku bisnis sadar bahwa konsumen adalah raja
sehingga perusahaan harus bisa merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen.
3.
Perusahaan semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga kerja yang siap
untuk dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan semaksimnal mungkin. Karyawan
adalah subyek utama yang menentukan keberlangsungan bisnis sehingga harus
dijaga dan dipertahankan.
4.
Perlunya menjalankan bisnis dengan tidak merugikan hak dan kepentingan semua
pihak yang terkait dengan bisnis.
I.TANTANGAN MANAJER DALAM DUNIA
BISNIS
Di- era demokratisasi usaha, seorang
dewasa berhak untuk memilih upaya mendapatkan biaya hidup keluarga dengan
memilih profesi sebagai pekerja, pekerja mandiri, pebisnis atau investor.
Seorang manajer dikwalifikasikan
sebagai pebisnis yaitu seorang yang menjual kemampuan manajerial (kemampuan
memimpin perusahaan) dengan memperoleh imbal jasa berupa “manajemen fee”.
Tantangan yang dihadapi oleh majemen
perusahaan dapat berupa intrik politik, persaingan tidak sehat maupun
kehilangan kepercayaan stake holder.
Konsep risk manajemen digunakan
untuk menanggulangi resiko usaha sedangkan konsep etika bisnis digunakan untuk
meningkatkan image perusahaan.
Suatu kontrak hanya akan tidak
bermasalah apabila:
1.
Pihak pihak mampu secara sadar bertindak secara bertanggung jawab dan bebas
dalam pengambilan langkah langkah yang dianggap tepat : mandiri
2.
Pihak pihak telah dewasa dan mampu bertanggung jawab atas perbuatannya secara
mandiri dan taat kepada norma moral dan etika = sopan
3. Hak
dan kewajiban pihak pihak seimbang = adil
4.
Didasari kesungguhan , keterbukaan dan kejujuran = baik
5.
Didasari itikad baik dan hubungan yang serasi = santun
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar