1.1
Pengertian
Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno.
Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya
yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak,
perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha
yaitu adat kebiasaan. Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika
mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
1.2 Prinsip-prinsip Etika
1.
Pertama, prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah
satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan
sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Kedua, ia juga bertanggung
jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain
khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya.
2.
Prinsip keadilan . Prinsip ini terutama menuntut orang
yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan
kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka
profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan
profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap
siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya .
3.
Prinsip ketiga
adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan
profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam
menjalankan profesinya. Karena, hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam
bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam
pelaksanaan profesi tersebut.
Hanya saja otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Kedua, otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonom kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum.
Hanya saja otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Kedua, otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonom kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum.
4.
Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat dan
ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah
juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia
mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan
juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya prinsip
ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam
menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta
citra dan martabat profesinya.
1.3 Basis Teori Etika
1
Etika Teleologi. Berasal dari kata Yunani, telos
= tujuan, yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang
mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh
tindakan itu. Dua aliran etika teleologi : Egoisme Etis dan
Utilitarianisme
2
Deontologi. Istilah deontologi berasal dari kata
Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan
itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan
pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’. Yang
menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi
sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori
etika yang terpenting.
3
Teori Hak. Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali
teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak
merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan
kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan
atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak
sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
4
Teori Keutamaan (Virtue), yang memandang sikap
atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil,
atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan
sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang
dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :
a) Kebijaksanaan
b) Keadilan
c) Suka bekerja keras
d) Hidup yang baik
1.4 Egoism
Fokus
teori = “One should always act in one’s own best interest”. Self-interest berbeda
dengan selfishness, memenuhi kepentingan pribadi (self-interest)
merupakan sesuatu yang baik. Cenderung menghasilkan “selfishness”, ketika
pemenuhan kepentingan pribadi
merugikan
pihak lain.
Selfishness: “always do that which is in your own interest”. Selfish
behaviour = unethical behaviour. Egoism tidak cocok dengan kegiatan manusia sbg
makhluk sosial. Egoism tidak mampu memecahkan masalah ketika perselisihan
muncul. Terdapat “anomali aneh” dalam egoism (tdk dapat dipublikasikan,
diajarkan,
dibicarakan
dengan terbuka). Didasarkan pada “distorted egocentric view of the universe”.
“Keakuan” dipandang sbg pusat perhatian. Problem = dunia dihuni oleh berbagi
individu, tidak sekedar “aku”.
2.1 Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku
etika
Setiap bisnis memiliki satu tujuan
yang sama, yaitu dapat tumbuh berkembang dan menghasilkan
keuntungan.Untuk melakukan itu, kinerja dan perilaku semua karyawan di
perusahaan diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kesuksesan
perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor
eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha perlu menyadari faktor-faktor dan untuk
melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal masalah,
diantaranya yaitu :
a. Budaya
Organisasi
Budaya organisasi mencakup sikap
manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi /
pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. Budaya perusahaan dapat memberikan
dampak positif yaitu dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan
bahagia. Namun budaya perusahaan juga dapat memberikan dampak negatif, yaitu
dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau
vandalisme.
b. Ekonomi
Lokal
Melihat seorang karyawan dari
pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan
yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan
perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan
pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang
memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah
dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa
takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang
lebih baik.
c. Reputasi
Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana
perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku.
Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah,
tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan.
Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak
goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena
pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
d. Persaingan
di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu
industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama
dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan
yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat
menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak
pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak
masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka
menyisihkan untuk mengejar uang.
2.2 Kesaling-tergantungan antara bisnis dan masyarakat
Kesalingtergantungan bekerja
didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia bekerjasama,
bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan. Tidak
akan tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada keunggulan
diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dsb.
Dalam masyarakat yang
semakin maju, organisasi harus dikelola secara efektif dan efisien. Pada
dasarnya, organisasi yang mengelola interaksi masyarakat dibagi menjadi organisasi
profit dan nonprofit. Organisasi nonprofit lebih berorientasi pada tujuan
nilai sosial dengan lebih menekankan kegiatan pelayanan pada kelompok
masyarakat. Sedangkan organisasi profit lebih menekankan pada tujuan
mendapatkan keuntungan.
Bisnis merupakan aktivitas yang
meliputi pertukaran baarang, jasa, atau uang yang dilakukan oleh 2 pihak atau
lebih dengan maksud untuk memperoleh manfaat atau keuntungan. Dengan
demikian, dalam kegiatan bisnis tercipta suatu hubungan sosial yang
saling ketergantungan. Dalam perkembangan selanjutnya bisnis tidak hanya
menjaga tingkat keuntungan tertentu melainkan juga berkepentingan untuk menjaga
kelangsungan hidup sumber daya alam dan lingkungan sosial.
Lingkungan bisnis memiliki
ketergantungan yang kuat dengan fenomena kehidupan ekonomi anggota masyarakat
yang lainnya, karena itulah bisniis mempunyai kepentingan untuk mengelola
pihak-pihak yang berasal dari latar belakang. Perusahaan tidak hanya
berhubungan dengan masyarakat melalui berbagai kebijakan, pada tingkat tertentu
perusahaan juga berhubungan dengan masyarakat melalui aktivitas-aktivitas yang
secara tidak langsung berhubungan dengan tindakan-tindakan untuk mencapai
tujuan dan misi.
2.3 Kepedulian pelaku
bisnis terhadap etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat
dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, yang merupakan bentuk moral hazard
di kalangan elit politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan
bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan
menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan
individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk
eksistensi keberlanjutan kelompok. Dalam kaitan dengan etika
bisnis,sering kali terdapat perbedaan cara pengimplementasian bisnis oleh
setiap pelaku usaha itu sendiri. Beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang
mampu menerapkan etika bisnis tersebut. Namun, karena pemahaman dari
masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka
implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang
atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan
yang melingkupinya. Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba
mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel
yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan,
kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang
sewaktu-waktu dapat berubah. Akibatnya para pebisnis di Indonesia tidak
dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan
wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban
pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan salah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan pengadilan. Akan tetapi memang itulah kesalahan
kedua dalam memahami masalah etika dan moral di Indonesia. Pencampuradukan
antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan
kebanyakan orang Indonesia tidak bisa membedakan antara perbuatan yang
semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral,
dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sepert korupsi,
penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
2.4 Etika Bisnis dan Akuntan
Etika dalam berbisnis yaitu
peraturan-peraturan yang ada saat kita melakukan transaksi atau melakukan suatu
perbisnisan. Contohnya saat kita melakukan bisnis ada beberapa peraturan yang
harus kita lakukan,diantaranya :
Ø Cara pelaku bisnis yang mampu
mengendalikan diri untuk tidak melakukan curang.
Ø Pengembangan tanggung jawab social
yaitu pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi yang dapat dikembangkan dan dimanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya
Ø Mempertahankan Jati diri, dengan
meningkatkan kepedulian terhadap informasi dan teknologi yang ada.
Ø Menciptakan persaingan yang sehat
Ø Menerapkan konsep “pembangunan
berkelanjutan”
Ø Menghindari sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi
Ø Mampu menyatakan yang benar itu
benar
Ø Menumbuhkan sikap saling percaya
antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
Ø Konsekuen dan konsisten dengan
aturan main yang telah disepakati bersama
Ø Menumbuhkembangkan kesadaran dan
rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Ø Perlu adanya sebagian etika bisnis
yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan
perundang-undangan. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika
bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah.
ETHICAL GOVERNANCE
Menurut Bank
Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib
dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara
efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi
para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga
Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate
Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan
struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas
perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD) yang beranggotakan beberapa
negara antara lain, Amerika Serikat, Negara-negara Eropa (Austria, Belgia,
Denmark, Irlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Luxemburg, Belanda,
Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia, Swis, Turki, Inggris) serta Negara-negara
Asia Pasific (Australia, Jepang, Korea, Selandia Baru) pada April 1998 telah
mengembangkan The OECD Principles of Corporate Governance. Prinsip-prinsip
corporate governance yang dikembangkan oleh OECD meliputi 5 (lima) hal yaitu :
- Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Rights of shareholders)
- Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable Treatment of Shareholders)
- Peranan Stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of Stakeholders).
- Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency).
- Akuntabilitas Dewan Komisaris
Penerapan
Etika Bisnis Dalam Penerapan GCG
1. Code of
Corporate and Business Conduct
Kode Etik
dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business
Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance
(GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk
melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang
dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di
dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang
boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk
kategori pelanggaran hukum.
2. Nilai
Etika Perusahaan
Kepatuhan
pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan
memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang
bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham
(shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya,
keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku
atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat
dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat
dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode
etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,
antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of
interest). Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan
kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
- Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
- Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
- Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
- Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
- Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
- Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
- Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
- Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.
PERILAKU ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI
Akuntansi memegang peranan penting dalam ekonomi dan sosial karena setiap pengambilan keputusan yang bersifat keuangan harus berdasarkan informasi akuntansi. Keadaan ini menjadikan akuntansi sebagai suatu profesi yang sangat dibutuhkan keberadaanya dalam lingkungan organisasi bisnis. Keahlian-keahlian khusus seperti pengolahan data bisnis menjadi informasi berbasis komputer. Pemeriksa keuangan maupun nonkeuangan, Penguasaan materi perundang-undangan perpajakan adalah hal-hal yang dapat memberikan nilai lebih bagi profesi akuntan. Perkembangan profesi akuntansi sejalan dengan jenis jasa akuntansi yang diperlukan oleh masyarakat yang makin lama semakin bertambah kompleksnya. Gelar akuntan adalah gelar profesi seseorang dengan bobot yang dapat disamakan dengan bidang pekerjaan yang lain. Misalnya bidang hukum atau bidang teknik. Secara garis besar profesi akuntansi dapat digolongkan menjadi : 1. Akuntan Publik (Public Accountants) adalah akuntan independen yang beperan untuk memberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran tertentu. Seorang akuntan publik dapat melakukan pemeriksaan (audit), misalnya terhadap jasa perpajakan, jasa konsultasi manajemen, dan jasa penyusunan sistem manajemen. 2. Akuntan Intern (Internal Accountant) adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Akuntan intern ini disebut juga akuntan perusahaan atau akuntan manajemen. Tugasnya adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan pemeriksaan intern, 3. Akuntan Pemerintah (Government Accountants) adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga pemerintah, misalnya di kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Keuangan (BPK), 4. Akuntan Pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar, dan menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.
Ekspektasi Publik
Masyarakat
umumnya mempersepsikan akuntan sebagai orang yang profesional dibidang
akuntansi. Ini berarti bahwa mereka mempunyai sesuatu kepandaian yang lebih
dibidang ini dibandingkan dengan orang awam sehingga masyarakat pun berharap
bahwa para akuntan mematuhi standar dan tata nilai yang berlaku dilingkungan
profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap
pekerjaan yang diberikan. Dalam hal seorang akuntan dipekerjakan oleh
sebuah organisasi atau KAP, tidak akan adaundang-undang atau kontrak tanggung
jawab terhadap pemilik perusahaan atau publik.Walaupun demikian, sebagaimana
tanggung jawabnya pada atasan, akuntan professional publik mengekspektasikannya
untuk mempertahankan nilai-nilai kejujuran, integritas, objektivitas,
sertakepentingan akan hak dan kewajiban. Nilai-nilai tersebut mencegah akuntan
profesional menjaditerikat atau terpengaruh dengan kepentingan-kepentingan dari
pemilik perusahaan.
Nilai-nilai Etika VS Teknik Akuntansi Auditing
Integritas
: setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi
menunjukan sikap transparansi, kejujuran dan konsisten.
Kerjasama : mempunyai kemampuan untuk
bekerja sendiri maupun dalam tim
Inovasi :
pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja
dengan metode baru.
Simplisitas : pelaku profesi mampu memberikan solusi pada
setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.
Sedangkan Teknik akuntansi (akuntansi technique) adalah aturan aturan
khusus yang diturunkan dari prinsip prinsip akuntan yang menerangkan transaksi
transaksi dan kejadian kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi
tersebut.
Perilaku Etika dalam Pemberian Jasa Akuntan Publik
Setiap
akuntan publik sebagai bagian anggota Institut Akuntan Publik Indonesia maupun
staff profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang
bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP) harus menerapkan Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik atau sekarang disebut sebagai Kode Etik Profesi
Akuntan Publik dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemberi jasa.Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh
anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan
dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan
dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
1. Prinsip Etika, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan
oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota.
2. Aturan Etika, disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat
anggota Himpunan yang bersangkutan.
3. Interpretasi Aturan Etika, merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh
Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota,
dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan
Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
SUMBER :
Gugup
Kismono., Bisnis Pengantar, Cet 1, BPFE-Yogyakarta, 2001
http://pratamaindomitra.co.id/apa-itu-gcg-good-corporate-governance.html-http://enomutzz.wordpress.com/2011/11/27/perilaku-etika-dalam-profesi-akuntansi/-http://msgreen.blogspot.com/2012/10/ethical-governance.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar